Peterpan - Semua Tentang Kita by Umar At-Tipari

Selasa, 27 Agustus 2013

Kebahagiaan dan Celana Dalam



Sahabat, kebahagiaan itu persis seperti celana dalam. Serius? Saya tidak sedang bergurau.

Coba lihat di sekitar kalian, apakah ada orang2 yang memperlihatkan celana dalamnya? Dia boleh saja bilang bangga celana dalamnya itu terbuat dari permata, dibeli di Paris, tapi apa pernah dia di tengah orang banyak, melorotkan celana luar, kemudian memperlihatkan celana dalam permatanya? Tidak akan.

Serupa kisahnya. Kitalah yang tahu persis apakah hati kita ini bahagia atau tidak. Mau kita pamer sedang berfoto jpret, jpret di Italia, kita perlihatkan ke seluruh dunia, mau kita pamer punya pekerjaan mantabbb, gaji tinggiii, pasangan cantik/tampan, semua terlihat keren dan kinclong, tapi apakah kita sesungguhnya bahagia atau tidak, ya kita sendiri. Sama persis seperti kita sendiri yang sejatinya tahu memakai celana dalam warna merah atau putih, apakah kita nyaman memakainya, tidak gerah, tidak kejepit, tidak mengganggu gerakan, jelas kita sendiri yang tahu.

Sahabatku, maka urusan ini jadi sederhana sekali. Kebahagiaan itu ada di hati kita. Maka, meskipun celana dalam kita seharga 3 buah 10 ribu rupiah, kitalah yang tahu nyaman atau tidak memakainya. Sebodo amat dengan orang lain. Mau celana dalam kita itu hanya beli di kulakan murah, kitalah yang tahu nyaman atau tidak mengenakannya. Tidak penting penilaian para pengamat celana dalam. Jangan terpesona melihat orang2 yang sibuk pamer, pastikan saja kita tidak ikut rusuh untuk ikut pamer, "Eh Jeng, celana dalamku itu ada totol-totol macannya loh." Tidak perlu dan sama sekali tidak penting.

Bersyukurlah dengan celana dalam, eh, kehidupan yang kita miliki. Cukuplah superman saja yang pamer2 celana dalam. Dan bisa dimaklumi, karena beliau ini jelas bukan manusia. Dia mahkluk dari planet Crypton.

# Si Abang Tere

Senin, 19 Agustus 2013

Sepotong Bulan Untuk Berdua

malam ini,
saat dikau menatap bulan,
yakinlah kita melihat bulan yg sama,
mensyukuri banyak hal,
berterima-kasih atas segalanya,
terutama atas kesempatan utk saling mengenal,
esok-pagi, semoga semuanya dimudahkan..

malam ini,
saat dikau menatap bulan,
yakinlah kita menatap bulan yang satu,
percaya atas kekuatan janji2 masa depan,
keindahan hidup sederhana, berbagi dan bekerjakeras,
mencintai sekitar dengan tulus dan apa-adanya..

malam ini,
saat dikau menatap bulan,
yakinlah kita menatap bulan yang itu,
semoga yg maha memiliki langit memberikan kesempatan,
suatu saat nanti, dengan segenap pemahaman baik
menjaga kehormatan perasaan
kita menatap bulan,
dari satu bingkai jendela


Tere Liye

Minggu, 18 Agustus 2013

Mimpi Dalam Hati Kita



Kita sebut saja Bambang, usianya dua belas tahun. Seumur hidupnya dia tidak pernah memegang buah apel dan anggur, apalagi memakannya. Dia tahu gambarnya, lihat di tipi punya tetangga, juga lihat di buku2 sekolah, juga di majalah2/koran2 bekas yang pernah dia pegang. Tapi Bambang tdk pernah tahu apa rasa dua buah tersebut. Apakah manis? Apakah masam? Apakah lembut? Apakah keras? Tidak pernah.

Beribu jumlah Bambang ini di seluruh Indonesia. Anak2 kecil di sekitar kita yang tdk pernah makan buah anggur dan apel. Apalagi makan es krim? Lebih banyak lagi. Tidak tahu bentuk es krim itu seperti apa? Tidak pernah lidahnya menyentuh es krim. Ratusan ribu, bahkan jutaan jumlah anak2 yg tidak pernah tahu es krim. Tinggal di kampung2 yang jauh dari kota.

Kita sebut saja Puteri, usianya delapan belas tahun. Meski sudah besar dia tidak pernah tahu apa itu bioskop? Apa itu mall? Apa itu yang disebut FO? Tidak tahu apa itu KFC? McD? Pizza Hut? Jadi jangankan tahu bagaimana cara membayar uang di kasir, memesannya bagaimana? Bahkan membayangkan isi dalamnya sj tdk terbayang. Jumlahnya ratusan ribu juga di seluruh Indonesia, bahkan jutaan. Remaja2 yg tinggal di desa yang butuh 12 jam utk tiba di kota yg punya mall, bioskop dan jaringan fast food tersebut.

Kita sebut saja Bapak Agus, usianya 50 tahun. Meski sudah separuh abad lebih, tapi dia tidak pernah naik pesawat. Hanya melihat itu pesawat melintas di kepalanya. Dia tidak tahu bagaimana check ini di bandara, dia tidak tahu bagaimana memasang safety belt. bahkan jujur saja, dia tdk tahu kalau ada toilet duduk. Dia pasti bingung sekali kalau mau buang air besar. Jumlahnya jutaan orang seperti Pak Agus ini. Jangan tanya apa itu hotel? Menginap di kamar mewah?

Wahai, banyak sekali orang2 di sekitar kita yang tidak pernah menyentuh kehidupan gemerlap yg kita lalui. Banyak. Jika kita tidak tahu (bahkan tidak peduli), bukan berarti mereka tidak ada. Ada 29 juta orang di indonesia ini yang masuk dalam kategori miskin, apa itu kategori miskin? Jika penghasilannya tdk lebih dari 10.000/hari, atau Rp 300.000/bulan. Itu sudah penghasilan sebulan semuanya. Bahkan utk bayar pulsa dan transport kita sebulan saja boleh jd tdk cukup. Kita makan di kedai fast food saja sekali duduk 50rb, setara 1/6 penghasilan sebulan mereka. Ada 29 juta jumlah mereka, jika kita tdk tahu angka statistik itu, maka bukan berarti mereka tidak ada.

Apakah hidup kita seperti Bambang? Tidak pernah makan apel dan anggur? Apakah hidup kita seperti Puteri? Yang kalau diajak ke Mall pertama kali pasti gentar dan takut menyenggol barang2 di sana? Apakah kita seperti Pak agus? Yang tidak pernah naik pesawat? Sebagian dari kita mungkin sudah. Bersyukurlah. Karena Ibu Inem di sudut sana bahkan tidak punya televisi di rumah. Karena Mbak Ais di sudut sana-nya lagi bahkan tidak punya bohlam listrik. Kalian harus tahu 29% orang Indonesia juga tdk punya akses listrik. Kalau diibaratkan luas, maka itu setara satu pulau Sulawesi semuanya tdk ada listrik. Hello, ini 2013, orang2 bahkan punya power bank dua, mereka, jangankan lihat neon, lihat tiang listrik saja belum pernah.

Aduhai, bagi mereka, hal2 yang kita mudah saja lakukan saat ini, justeru jadi mimpi besar. Hal2 yg menurut kita biasa saja, adalah sebuah hal menakjubkan. Maka, tidakkah kita mau sedikit bersyukur dalam hidup ini. Lantas mulai memikirkan, meletakkan mimpi terbaik dalam hati kita, mimpi2 yg lebih hakiki. Bukan terus rakus, terus merasa kurang. Tidakkah kita akan menjalani hidup ini dgn pemahaman yg baik dan tulus--setidaknya tulus bagi kita sendiri. Memikirkan ulang banyak hal dengan sudut pandang yg lebih baik.

Sungguh, kebahagiaan itu dekat sekali dalam hati kita.

Tere Liye

Kamis, 01 Agustus 2013

Tiga Doa Yang Paling Baik



Dalam surah An-Anbiya' (83 - 89) secara beruntun, dituliskan kejadian dan doa-doa ketika orang2 terbaik dalam situasi yang sebenarnya sama dengan orang kebanyakan. Sebelum membahasnya satu persatu, akan saya tuliskan langsung terjemahan tiga doa tersebut (silahkan rujuk kitab suci untuk membacanya)

1. Derita fisik, sakit berkepanjangan
Doa nabi Ayyub, "Ya Tuhanku, sungguh aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang."

2. Dalam situasi amat super terdesak dan tidak bisa melakukan apapun
Doa Nabi Yunus yang ditelan ikan besar, "Tidak ada Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh aku termasuk orang-orang yang zalim."

3. Dalam situasi mengharapkan sesuatu
Do'a Nabi Zakaria yang tidak kunjung dikaruniai putra, "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri tanpa keturunan dan Engkaulah ahli waris yang terbaik."

Memperhatikan redaksi doa-doa ini amat menarik. Dan tentu saja, hei, bukankah masalah kita kurang lebih sama dengan hal2 tersebut.

Pertama, bicara tentang beban hidup, situasi terdesak, saya kira, tidak ada di antara kita yang lebih rumit situasinya dibandingkan Nabi Yunus yang ditelan hidup2 oleh ikan besar yang berada di lautan luas. Gelap di sekitarnya, sempit, mungkin amis, mungkin sesak, entah hidup, entah mati. Saya tidak bisa membayangkan situasinya dengan persis, karena jelas itu bukan kisah fiksi. Coba bandingkan dengan kita. Situasi hidup kita, se-terdesak apapun, rasa-rasanya tidak semengerikan ditelan ikan besar. Maka pelajari doa yang dilepaskan oleh Nabi Yunus, dia justeru mengakui, semua situasi ini, semua kesulitan ini, sungguh aku termasuk orang-orang yang zalim.

Pun sama, Nabi Ayyub itu tidak hanya sakit bertahun2, tapi juga kehilangan kekayaan, anak-anaknya meninggal semua, teman2 pergi, pengaruh dan kekuasaan musnah, tinggallah dia sakit payah. Konon katanya, tubuh Nabi Ayyub yang sakit bernanah bahkan dipenuhi oleh ulat belatung. Saya kira, kalau sakit kita tidak mengalami sakit semengerikan itu. Busuk, bau, semua tumplek jadi satu. Bacalah doa yang dilepaskan Nabi Ayyub, dia justeru meyakini, amat meyakini, wahai Allah, Engkau Tuhan yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.

Terakhir (dalam rangkaian ayat2 83-89 Anbiya), Nabi Zakaria itu sudah tua, orang2 jaman dahulu usianya bisa menyentuh 1.000 tahun. Saya tidak tahu pasti usia beliau akhirnya punya anak, sudah cek beberapa sumber, tapi daripada salah kutip tidak usah saya tuliskan, hanya saja bisa disimpulkan betapa lama pengharapan Nabi Zakaria atas hadirnya putra tersayang. Lamaaa sekali. Puluhan tahun. Berapa lama kita berharap atas sesuatu hari ini? Paling juga 3 bulan, 6 bulan. Berapa lama sih? Mungkin ada sih yang 20 tahun, 30 tahun, tapi karena usia orang hari ini hanya puluhan tahun, nampaknya tidak akan mengalahkan Nabi Zakaria soal menunggu, berharap. Lantas doa apa yang dilepaskan Nabi Zakaria, dia justeru bilang, "Engkaulah ahli waris yang terbaik." Tidak masalah kalau pun dia tdk punya anak, karena Allah adalah ahli waris terbaik.

Saya tahu, jangan membandingkan kita dengan mereka. Jauh bumi dari langit. Tapi meneladani apa2 yang tertulis dalam kitab suci tentu adalah perkara orang2 yang yakin dan mau belajar. Semoga kita bisa menyimpulkan banyak hal dari 3 doa dalam ayat2 yang beruntun ini. Tentu ada alasan penting kenapa tiga doa ini dituliskan berdekatan.

*Tere Lije