Peterpan - Semua Tentang Kita by Umar At-Tipari

Senin, 16 Juni 2014

CUPLIKAN DARI WIRID IBN ‘ARABI’


Dikutip dari Jurnal Dialog Peradaban ‘Titik-Temu’

Wahai Tuhanku, berilah daku kalbu untuk setia pada-Mu
dengan penuh kefakiran, yang didorong oleh kerinduan
dan digerakkan oleh hasrat kuat, yang bekalnya adalah rasa takut [pada-Mu]
dan sahabatnya adalah kegelisahan,
tujuannya adalah kedekatan dan penerimaan-Mu!
Pada Engkaulah dekat orang-orang yang bermaksud
dan terpenuhi keinginan tertinggi orang-orang yang mencari.

Wahai Tuhanku, anugerahilah daku ketenteraman dan ketenangan hati.
Jauhkanlah daku dari sifat membesarkan diri dan kecongkakan.
Tempatkanlah daku pada makam untuk diterima sebagai wakil-Mu
dan terimalah perkataanku dengan jawaban baik.

Wahai Tuhanku, dekatkanlah daku pada-Mu seperti kedekatan para arif.
Sucikanlah daku dari ikatan-ikatan natur.
Hapuskanlah dari kalbuku gumpalan darah-beku celaan,
agar aku menjadi salah seorang di antara orang-orang yang suci.

Semoga Allah melimpahkan berkah pada penghulu kita Muhammad
Dan semua keluarganya dan semua sahabatnya.
Segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta

Jumat, 13 Juni 2014

Konsep Pendidikan Inklusi (Pendidikan Tanpa Diskriminasi)



                                                                   Oleh Novy Eko Permono

Tidak bisa dipungkiri, bahwa pendidikan merupakan bagian dari hidup kita. Sejak zaman perjuangan hingga sekarang, pendidikan memiliki tempat tersendiri bagi bangsa ini. Seperti yang diungkapkan oleh Mulyasa bahwa  pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa, dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana dalam membangun watak bangsa (Nation Character Building). Masyarakat yang cerdas akan memberi nuansa kehidupan yang cerdas pula, dan secara progresif akan membentuk kemandirian. Masyarakat bangsa yang demikian merupakan investasi besar untuk berjuang ke luar dari krisis dan menghadapi dunia global.
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai sosok bangsa sangat pluralisme yang memiliki berbagai nuansa kemajemukan yang mewujudkan dalam kelompok-kelompok etnis dengan kekhasan latar belakang bahasa daerah, tradisi, adat istiadat, seni, budaya, dan agama masing-masing. Walaupun demikian, bangsa Indonesia secara keseluruhan tetap merasa sebagai suatu bangsa kerena disatukan oleh berbagai bentuk kepahitan dan kegetiran pengalaman sejarah yang sama dalam perjuangan menentang kolonialisme. Simbol kebangsaan ini secara jelas diekspresikan oleh para pendiri republik ini dalam suatu motto yang terkenal “Bhineka Tunggal Ika” yang mengakui adanya unitas dalam divertas atau divertas dalam unitas, dalam spektrum dinamika kehidupan kebangsaan yang di dalamnya juga menyangkut aspek dunia pendidikan.
Kehadiran konsep pendidikan inklusi seolah menjadi jawaban atas segala persoalan yang membelit anak berkebutuhan khusus karena kurang mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar belakang kehidupan anak karena keterbatasan fisik maupun mental. Penafsiran pendidikan inklusi sesungguhnya cukup beragam sesuai dengan sudut pandang pengkaji dalam menguraikan makna substansial dari pendidikan inklusi itu sendiri. Keberagaman penafsiran tersebut secara tidak langsung telah menjadi cermin dari keterbukaan pendidikan bagi semua kalangan tanpa terkecuali, baik karena perbedaan latar belakang kehidupan maupun perbedaan fisik yang tidak normal. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan inklusi memerlukan perhatian yang lebih dibandingkan pendidikan umum lainnya, hal tersebut terkait dengan proses mengajar, kompetensi guru, serta pengelolaan materi siswa inklusi. Namun dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa masalah terkait dengan penyelenggaraan pendidikan inklusi. Pertama, proses pembelajaran. Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya  termasuk di dalamnya pendidik sehingga terjadi perubahan perilaku yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor  yang mempengaruhinya, baik faktor internal maupun eksternal. Tetapi dalam observasi awal yang dilakukan oleh penulis, proses pembelajaran inklusi yang dilakukan oleh pendidik belum mampu mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku peserta didik. Seharusnya pembelajaran inklusi menggunakan pendekatan individu dan memberikan pelayanan yang ramah.
Kedua, tenaga pendidik (guru). Tenaga pendidik atau guru yang mengajar pada sekolah inklusi hendaknya memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan, yaitu memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap tentang materi yang akan di ajarkan, serta memahami karakteristik siswa inklusi. Namun berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan, terdapat beberapa tenaga pendidik yang memiliki keterampilan dalam mengajar di kelas inklusi yang tergolong rendah.  Guru pada sekolah penyelenggara inklusi seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesionalisme. Dengan kompetensi yang dimiliki, guru dapat merancang strategi pembelajaran yang tepat, media, juga evaluasi.
Ketiga, materi atau bahan ajar. Untuk mencapai tujuan mengajar yang ditentukan, diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub-sub topik tertentu yang mengandung ide pokok yang relevan dengan tujuan yang ditetapkan. Materi ajar pada sekolah penyelenggara inklusi seharusnya disesuai dengan tingkat intelegensi siswa-siswinya. Anak berkebutuhan khusus yang memiliki intelegensi di bawah normal (tunagrahita), materi dalam kurikulumya dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitan seperlunya atau bahkan dihilangkan bagian tertentu.

Minggu, 08 Juni 2014

Jalan yang Kita Lewati



Seorang guru besar, Ibnu Taimiyah, pernah menasehati: "Seorang yang arif, selalu berjalan menuju satu arah, yaitu berjalan menuju Allah. Dan perjalanan itu selalu memiliki dua kondisi: (1) menyaksikan anugerah yang dicurahkan Allah kepadanya; (2) selalu melihat cacat pada diri dan amalnya."

Hafalkan kalimat ini; lantas pejamkan mata, ulangi berkali-kali.
Maka, my dear anggota page, itulah jalan yang kita lewati dalam kehidupan. Hakikat sebuah penghambaan. Dan, hei, aduh, bukankah kita ini sungguh hamba saja? Bahkan diri kita sendiri bukan milik kita. Coba saja lihat foto2 orang meninggal, atau saksikan langsung orang2 yang meninggal, jasadnya terbujur kaku. Tidak bergerak. Putus urusannya di dunia, dan dia tidak memiliki apapun lagi; termasuk jasadnya sendiri. Bahkan saat kita masih hidup sekalipun, apakah kita bisa mengatur2 jantung berdetak? Tidak bisa. See, jantung milik kita sendiri saja tidak bisa kita atur. Milik siapa itu jantung?

Dengan menyaksikan anugerah yang dicurahkan Allah kepada kita, semoga tumbuh mekar perasaan cinta kepada Allah. Muncul puji-pujian, rasa syukur, dan segenap perasaan terima kasih. Thank God sudah dikasih hidup. Walaupun kita tidak mengerti kenapa kita dikasih hidup, tetap Thank God. Lantas berusaha mencari tahu kenapanya. Bukan sebaliknya, menggunakan akal pikiran yang pendek untuk sibuk 'mempertanyakan' otoritas Tuhan. Ini sisi yang amat penting.

Dan dengan selalu melihat cacat pada diri dan amalan, semoga kita selalu tergerak untuk terus memperbaiki banyak hal. Sedih kita, perih hati, malu, dan takut terhadap Allah, semoga menggerakkan sisi kedua yang tidak kalah pentingnya dari penghambaan. Berkeluh-kesahlah pada Allah, mengadu-lah pada Allah. Berserah dirilah pada Allah. Menangis terisak, tidak bosan-bosannya mengirim doa dan pengharapan hanya pada Allah.

Jaga dua sisi ini, maka persis seperti nasehat guru, Ibnu Taimiyah, kita akan terus melewati jalan terbaik dalam kehidupan. Jangan belok karena godaan harta benda yang lantas membuat lalai--apalagi membuat korup dan mencuri; jangan berputar karena tipuan tahta yang kemudian membuat alpa--apalagi sampai membuat maksiat dan nista, jangan terpancing berhenti karena kesenangan sesaat, mubazir nan tidak bermanfaat.

Well, sayangnya kita tidak bisa bertanya lagi ke beliau. Karena sesungguhnya, saat menulis tulisan pendek ini, sy ingin sekali bertanya, "Tetapi guru, jika kami tersandung, terjatuh, bahkan berat langkah kaki melanjutkan perjalanan, lantas apa yang harus kami lakukan?" Entahlah, mungkin beliau hanya akan tersenyum sambil menjawab, "Kembalilah berdiri, lanjutkan perjalanan."

Mungkin.

Oleh Tere Liye

Rabu, 04 Juni 2014

Sandal Putus


"Hendaklah di antara kalian mengadukan segala urusannya hanya kepada Allah saja, walaupun hanya tali sandal yang putus." (HR. Tirmidzi).

Baca hadist ini dari berbagai sisi, maka kesimpulannya sama: mengadukan segala urusan hanya kepada Allah, bahkan untuk perkara kecil sekalipun. Maka, apakah menulis doa2, curhat di media sosial termasuk mengadukan segala urusan hanya kepada Allah? Omong kosong, kalian mengadu kepada semua orang, berdoa ke semua orang.

Tapi kan, tapi kan, semua itu tergantung niat.

Maka ketahuilah, Rasul Allah pernah mengingatkan: riya atau syirik kecil itu persis seperti semut yang merayap. Kalian pernah mendengar suara kaki semut yang merayap? Bahkan kebanyakan orang tidak sadar saat semut sudah naik ke kaki, badannya. Bagaimana mungkin ada orang yang yakin sekali dia murni hendak berdoa/curhat kepada Allah, bukan kepada orang lain saat dia menuliskan hal2 itu di media sosial, dibaca banyak orang? Bagaimana mungkin PD sekali? Ketika kita saja tidak yakin, maka jalan terbaik adalah: hindari. Jangan lakukan. Berhati-hatilah.

Tapi kan, tapi kan, jika mengaminkan banyak nanti doanya makbul.

What? Maksud kalian seperti ini? "Ya Allah, berikanlah hamba mobil dan rumah mewah. Amin. Jika ini doa kalian, maka klik like dan komen Amin." Yang ini? Oh, bukan itu maksudnya?

Nah, jika maksud kalian adalah hadist ini: “Tidak berkumpul sesebuah kaum, sebahagian dari mereka berdoa dan sebahagian yang lain mengaminkan, kecuali Allah akan memustajabkan doa mereka." Silahkan merujuk tentang derajat hadist2, cari sendiri (pastikan yg memakai argumen ini, benar2 sudah tahu derajat hadist ini). Kalaupun ada yang berpendapat hadist ini kelasnya sahih, maka tetap saja dibaca dari berbagai sisi, tidak ada satupun maksud hadist ini: silahkan meratap dan curhat, silahkan berdoa di tempat umum, untuk kemudian orang2 menontonnya, mengaminkan, nanti jadi mustajab deh.

Page saya ini setidaknya menggunakan lima variasi tulisan saat membahas sebuah persoalan. Nah, setelah berkali2 menggunakan variasi 1 hingga 4, tibalah saatnya saya merilis variasi tulisan paling serius, tanpa basa-basi, dengan resiko tinggi pembacanya jadi tersinggung dan marah2.

Berhentilah menulis doa2 di media sosial, curhat di media sosial, apalagi live report sedang beribadah. Itu semua memiliki potensi syirik kecil, tidakkah kalian cemas atau khawatir? Karena Rasul Allah pernah bilang, beliau lebih cemas soal syirik kecil (riya/pamer) ini dibanding fitnah dajjal kelak di akhir jaman. Ribuan tahun lalu, Rasul Allah sudah mengkhawatirkan ini.

Tapi kan, tapi kan, niat saya baik, niat saya baik. Well, sekali kita membantah, bersikeras tidak terima, berusaha menjelaskan (padahal tidak ada yang minta), maka dengan sendirinya itu menunjukkan justeru ada pertentangan bathin di hati kita.

Pikirkanlah.

Oleh Tere Liye

Kita Sendiri

Banyak sekali orang yang berusaha meyakinkan sebuah urusan di hati orang lain. Mematut-matut apakah orang lain akan bilang iya, sependapat kepada kita, serius sekali mencari cara agar orang lain menghargai apa yang sedang kita kerjakan.

Buat apa?

Bukankah keyakinan itu tidak ada di hati orang lain, melainkan di hati kita sendiri. Jangan terbalik memahaminya. Karena jika berjuta orang  bilang "oke", tetap kita sendiri yang tahu persis "oke" sungguhan atau tidak. Kedamaian, kebahagiaan itu ada di hati kita. Sesederhana itu.

Maka tidak perlu sama sekali pamer ini, pamer itu. Tidak perlu sama sekali berdebat ini, berdebat itu. Tidak perlu sama sekali menunjukkan kalau kita itu keren, cool, hebat. Buat apa? Kalaupun orang2 memang bilang begitu, tetap saja yang tahu persis kita sendiri.

Saya menulis hal ini berkali-kali, berkali-kali, agar kita paham sekali situasinya. Sekolah misalnya, tidak ada itu definisi sekolah top, jurusan top, sekali kita meyakini pilihan kita oke, dijalani dengan sungguh2, maka top sudah jurusan dan kampus kita. Pekerjaan contoh berikutnya, tidak ada itu definisi pekerjaan hebat, karena bahkan tukang semir, tukang jaga WC di terminal, bisa bahagia dengan pekerjaannya. Sementara bos perusahaan, menteri, pejabat, segala sesuatu yang disangka keren banget, ternyata tidak bahagia, susah tidur. Apalagi kalau hanya soal pilihan, pendapat, dsbgnya. Silahkan saja kalau orang2 mau mendefenisikan mana yang top mana yang tidak, mana yang bahagia mana yang tidak bahagia, silahkan, toh, kita tidak hidup dalam definisi orang2 tersebut.

Kita tidak perlu meminjam pendapat orang lain untuk berdiri tegak atas pendapat sendiri. Kita tidak perlu meminjam kalimat2 orang lain untuk meyakini kalimat2 sendiri. Dan sungguh, kita tidak pernah membutuhkan kebahagiaan di hati orang lain, untuk memiliki kebahagiaan di hati sendiri.

Itulah kenapa, dalam agama itu, pelajaran pertama yang diberikan adalah: tauhid. Keyakinan.

Karena Allah (yang maha tahu ciptaannya), menyiapkan mahkluk yang disebut manusia itu, besok lusa akan dinilai dari keyakinan, faith, iman di dalam hatinya. Fisiknya hancur lebur, menjadi tanah, tapi jiwanya, keyakinan tersebut akan menetap. Carilah pondasi keyakinan paling mantap dalam hidup ini, prinsip2 kebenaran, pemahaman hidup terbaiknya, lantas jalani dengan kalimat, tindakan yang kongkret.

Tidak ada yang menjanjikan kita akan kaya, terkenal, berkuasa dengan hal tersebut, tapi dijamin, kedamaian akan menetap di hati kita.

Oleh Tere Liye