Peterpan - Semua Tentang Kita by Umar At-Tipari

Minggu, 08 Juni 2014

Jalan yang Kita Lewati



Seorang guru besar, Ibnu Taimiyah, pernah menasehati: "Seorang yang arif, selalu berjalan menuju satu arah, yaitu berjalan menuju Allah. Dan perjalanan itu selalu memiliki dua kondisi: (1) menyaksikan anugerah yang dicurahkan Allah kepadanya; (2) selalu melihat cacat pada diri dan amalnya."

Hafalkan kalimat ini; lantas pejamkan mata, ulangi berkali-kali.
Maka, my dear anggota page, itulah jalan yang kita lewati dalam kehidupan. Hakikat sebuah penghambaan. Dan, hei, aduh, bukankah kita ini sungguh hamba saja? Bahkan diri kita sendiri bukan milik kita. Coba saja lihat foto2 orang meninggal, atau saksikan langsung orang2 yang meninggal, jasadnya terbujur kaku. Tidak bergerak. Putus urusannya di dunia, dan dia tidak memiliki apapun lagi; termasuk jasadnya sendiri. Bahkan saat kita masih hidup sekalipun, apakah kita bisa mengatur2 jantung berdetak? Tidak bisa. See, jantung milik kita sendiri saja tidak bisa kita atur. Milik siapa itu jantung?

Dengan menyaksikan anugerah yang dicurahkan Allah kepada kita, semoga tumbuh mekar perasaan cinta kepada Allah. Muncul puji-pujian, rasa syukur, dan segenap perasaan terima kasih. Thank God sudah dikasih hidup. Walaupun kita tidak mengerti kenapa kita dikasih hidup, tetap Thank God. Lantas berusaha mencari tahu kenapanya. Bukan sebaliknya, menggunakan akal pikiran yang pendek untuk sibuk 'mempertanyakan' otoritas Tuhan. Ini sisi yang amat penting.

Dan dengan selalu melihat cacat pada diri dan amalan, semoga kita selalu tergerak untuk terus memperbaiki banyak hal. Sedih kita, perih hati, malu, dan takut terhadap Allah, semoga menggerakkan sisi kedua yang tidak kalah pentingnya dari penghambaan. Berkeluh-kesahlah pada Allah, mengadu-lah pada Allah. Berserah dirilah pada Allah. Menangis terisak, tidak bosan-bosannya mengirim doa dan pengharapan hanya pada Allah.

Jaga dua sisi ini, maka persis seperti nasehat guru, Ibnu Taimiyah, kita akan terus melewati jalan terbaik dalam kehidupan. Jangan belok karena godaan harta benda yang lantas membuat lalai--apalagi membuat korup dan mencuri; jangan berputar karena tipuan tahta yang kemudian membuat alpa--apalagi sampai membuat maksiat dan nista, jangan terpancing berhenti karena kesenangan sesaat, mubazir nan tidak bermanfaat.

Well, sayangnya kita tidak bisa bertanya lagi ke beliau. Karena sesungguhnya, saat menulis tulisan pendek ini, sy ingin sekali bertanya, "Tetapi guru, jika kami tersandung, terjatuh, bahkan berat langkah kaki melanjutkan perjalanan, lantas apa yang harus kami lakukan?" Entahlah, mungkin beliau hanya akan tersenyum sambil menjawab, "Kembalilah berdiri, lanjutkan perjalanan."

Mungkin.

Oleh Tere Liye

Tidak ada komentar:

Posting Komentar