Peterpan - Semua Tentang Kita by Umar At-Tipari

Selasa, 16 Oktober 2012

Bukan Dengan Kekerasan



Kekerasan yang terjadi baru-baru ini banyak menyita perhatian kita. sebut saja tindak kekerasan anggota TNI AU dilakukan di lokasi jatuhnya pesawat Hawk 200 di Kampar, Riau, Selasa (16/10/2012). Beberapa wartawan dipukul, satu di antaranya dicekik saat mengambil gambar pesawat yang jatuh. TNI AU beralasan lokasi harus steril karena yang jatuh merupakan pesawat tempur, bukan pesawat komersial. Sejumlah ponsel warga yang sebelumnya digunakan foto-foto, juga disita.
Hal yang disayangkan terjadi lagi di Republik yang kata orang terdahulu merupakan Negeri yang Gemah Ripah Loh Jinawi, namun kenyataannya kini konteks tersebut tak bisa kita aplikasikan lagi. Tat kala kekerasan telah merajalela di bumi pertiwi kita. Segala sesuatu harus berakhir dengan keekrasan dan kericuhan mulai dari kalangan bawah sampai anggota DPR yang terhormat pun bertindak demikian. Sungguh disayangkan.
Padahal sebagai umat yang menjunjung kearifan agama, seyogyanya kita harus mengutamakan akal dari pada otot. Indonesia yang notabene penduduknya Islam seharusnya mampu mengaplikasikan nilai Islam dalam kehidupan bukan malah menjadi provokator dalam masyarakat. 
Padahal jelas dalam firman Allah "Barangsiapa menyelamatkan satu jiwa (nyawa satu orang), maka ia seolah
telah menyelamatkan jiwa (nyawa) semua orang." (QS. 5:32). Pesan Al Quran
ini amat mendasar dalam menekankan sikap antikekerasan, sebab Islam begitu
menghargai kehidupan. Chaiwat Satha-Anand (Qader Muheideen), ulama asal
Thailand, memaknai ayat tersebut, bahwa kehidupan manusia itu suci
(sakral). Manusia adalah satu keluarga, dan setiap manusia mempunyai nilai
yang sama dengan jumlah total kehidupan seluruh manusia.
Islam tidak mengajarkan penyelesaian segala urusan dengan pendekatan
kekerasan, kecuali bila mereka diperangi. "Perangilah di jalan Allah mereka
yang memerangi kamu, tetapi janganlah melanggar batas, karena Allah tidak
menyukai mereka yang melanggar batas." (QS. 2:190). Ayat tersebut jelas
melarang umat Islam melakukan agresi, dan perang yang diizinkan itu pun
mempunyai batas. Dalam ayat lain dijelaskan: "Perangilah mereka sehingga
tidak ada lagi penindasan, dan yang ada hanya keadilan dan keimanan kepada
Allah." (QS. 2:193). Dalam konteks ini "berperang di jalan Allah" bermakna
berperang menegakkan keadilan (justice).
Konsep kesatuan manusia merupakan hal yang amat berkaitan dengan konsep
antikekerasan. Islam secara tegas, dan berulangkali menyebutkan konsep
kesatuan manusia ini. "Umat manusia tidak lain daripada satu umat. Kemudian
mereka berselisih. Sekiranya tidak karena satu firman yang keluar dari
Tuhanmu sudah mendahului, yang diperselisihkan niscaya sudah terselesaikan
antarmereka." (QS. 10:19). Di dalam Al Quran juga disebutkan: "Pada
dasarnya manusia itu satu umat, lalu Allah mengutus para nabi membawa
berita gembira dan peringatan." (QS. 2:213). Bila dieksplorasi lebih
lanjut, banyak dalil-dalil yang menegaskan antikekerasan dalam Islam.
Dalam konteks ini perlulah dieksplorasi pula pengalaman (tradisi) Islam
yang mengedepankan antikekerasan itu. Bila ditelusuri proses sejarah Nabi
Muhammad SAW dalam menegakkan peradaban Islam, berkembang tidak sedikit
wacana dan praktik antikekerasan dalam perjuangannya. Stanley Lane Poole,
sebagaimana dikutip Abdurrahman Azzam (The Eternal Message of Mohammad,
London, 1979, halaman 27) menyebutkan bahwa: "Hari kemenangan terbesar
Muhammad atas musuh-musuhnya juga merupakan hari kemenangan terbesar
melawan dirinya sendiri. Ia secara sukarela memaafkan Quraisy yang telah
bertahun-tahun menelantarkannya bergelimang kesedihan dan penderitaan
dengan menghinanya secara kasar, dan memberikan pengampunan kepada seluruh
penduduk Mekkah. Empat bentuk kejahatan yang biasa dikutuk oleh pengadilan
pun dibuat oleh Muhammad sebagai daftar larangan, ketika sebagai seorang
penakluk ia masuk kota musuhnya yang jahat. Tentara mengikuti teladannya,
dan masuk secara rapi dan damai, tidak ada rumah yang dirampok, tidak ada
perempuan dilecehkan."
Di dalam Islam terdapat kandungan nilai-nilai yang signifikan atas
sikap-sikap dan perilaku antikekerasan. Peradaban yang hendak dibangun
Islam, tentu peradaban yang menjamin seluruh umat manusia untuk hidup
secara damai berdampingan, tanpa mengedepankan kekerasan dalam setiap masalah.
Dalam konteks ini, ulama besar Maulana Wahiduddin Khan, ulama moderat dan
terkenal antikekerasan yang begitu dikagumi Gus Dur, dalam bukunya yang
terbaru Islam and Peace (New Delhi: Goodwoord Books, 1999) menegaskan:
"Sebagai kitab suci, Al Quran adalah sebuah kitab ideologi yang menonjolkan
perang untuk menaklukkan hati manusia dan bukan untuk memenggal kepala
manusia." (Samson Rahman, Tawaran Antikekerasan, Panji Masyarakat,
22/12/1999). Dalam buku itu disebutkan, terjadinya kekerasan (dalam diri
umat Islam) timbul karena adanya kesalahan cara berpikir dan menyikapi
semangat Islam. Maka dari itu Wahiduddin yakin bahwa sesungguhnya semangat
antikekerasan dalam Islam akan menjadikan agama ini lebih gampang diterima
daripada semangat kekerasan yang ditonjolkan.
MARI KITA RENUNGKAN LAGI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar