Sekolah mahal? Benarkah sekolah itu mahal?
Bukankah pemerintah sudah banyak mencanangkan program yang diarahkan untuk
“memurahkan” sekolah. Hamper setiap tahun jumlah unit sekolah baru (USB)
didirikan oleh pemerintah dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan sarana
pendidikan bagi warga masyarakatnya. Denagan jumlah anak usia sekolah yang
terus bertamabah, jelas dibutuhkan unit sekolah yang mencukupi. Setiap tahun
jumlah anak usia sekolah terus bertambah. Walaupun dikatakan program keluarga
berencana sudah berhasil, pertambahan anak tetap besar.
Boleh saja kita mengklaim bahwa
kelahiran anak di dalam sebuah keluarga sudah terbatasi sehingga keluarga hanya
mempunyai dua orang anak saja, tetapi jumlah wanita melahirkan bertambah
banyak. Setiap saat jumlah keluarga baru semakin bertambah, pengantin baru dan
siap menambah anggota di keluarganya.
Program keluarga berencana diarahkan
untuk membatasi jumlah anak di setiap keluarga dengan pertimbangan bahwa biaya
hidup yang semakin berat. Kondisi kehidupan yang terus mengalami perubahan,
sebagai bentuk dinamisasi hidup, menuntut setiap orang untuk menyesuaikan diri.
Jika dahulu orang mengatakan bahwa semakin banyak semakin banyak rezekinya,
konsep tersebut sudah tidak dapat diterapkan lagi.
Kondisi kehidupan ini membawa dampak
pada kesempatan menempuh pendidikan yang layak. Banyak anak yang kemudian
kehilangan kesempatan untuk mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran.
Mereka terbentur pada dinding tebal dan tinggi yang bernama finansial.
Tentunya, kondisi ini sangat tidak
sesuai dengan yang seharusnya diterima oleh anak. Pada usia-usia seperti
mereka, harusnya mereka dapat mengembangkan kompetensi dirinya secara maksimal.
Akan tetapi, pada kenyataanya, mereka harus tenggelam dalam kehidupan
mempertahankan hidup dan kehidupan keluarga besarnya. Akibatnya, tumbuh satu
konsep bahwa pendidikan itu mahal.
Akan tetapi, satu hal yang harus kita
tekankan pada konsep diri kita dan seluruh orang yang merasa peduli terhadap
eksistensi warga negara adalah setiap warga negara mempunyai hak yang sama
dalam pendidikan. Mereka seharusnya mendapat kesempatan yang sama saat
membutuhkan proses pendidikan.
Pemerintah memang telah mendirikan
banyak sekolah negeri. Bahkan, sekarang ini dicanangkan program sekolah harus
didirikan pada setiap kecamatan, dari sekolah dasar sampai sekolah lanjutan
atas. Hal ini memberikan kesempatan masyarakat menyekolahkan anak-anaknya di
sekolah tersebut. Kesempatan memang terbuka lebar untuk mengikuti proses
belajar di sekolah negeri, tetapi semua itu menjadi sesuatu yang kontradiksi
saat mereka harus menyetorkan sejumlah dana ke sekolah agar dapat menjadi anak
didik di sekolah tersebut.
Di lapangan, memang masih cukup banyak
kreativitas pengelola pendidikan untuk dapat menarik dana dari masyarakat.
Berbagai aturan dibuat dan berbagai kreativitas tumbuh untuk menyiasati aturan
tersebut. Kreativitas para pengelola sekolah yang sedemikian rupa menjadikan
masyarakat sebagai obyek yang terus diobrak-abrik agar dapat memenuhi ambisi
para pengelola sekolah itu.
Awal tahun memang sering menjadi
mahalnya dunia pendidikan di negeri ini. Indikasi tersebut dapat kita lihat
dari dana yang harus disetorkan oleh orangtua anak didik atau calon anak didik
agar dapat diterima bersekolah di sekolah tersebut. Semakin lama, nilai dana
setoran tersebut semakin melangit. Jika ini dibiarkan terus, yang terjadi
adalah orang-orang miskin tetap terkurung, pada situasi kemiskinannya dan orang
kaya semakin membentangkan sayapnya menguasai setiap lini kehidupan ini.
Penduduk bangsa ini mayoritas orang
miskin, itu berarti seluruh elemen masyrakat harus mendapatkan kesempatan
pendidikan yang sama. Hanya dengan memberikan kesempatan pendidikan yang sama,
meyeluruh, dan seimbang, tentunya peningkatan kualitas sumber daya manusia
juaga menyeluruh pada setiap anggota masyarakat. Kesempatan yang sama dalam hal
ini dapat diartikan sebagai suatu kondisi seimbang antara banyak orang,
khususnya dalam mengikuti pendidikan yang berkualitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar