Peterpan - Semua Tentang Kita by Umar At-Tipari

Kamis, 23 Mei 2013

HUJAN MERAH DARAH



Mungkin memang salah
Bila mengagumimu
Ketika sang hujan membasahi dirimu
Saat berusaha menyembunyikan tangis hitam
Di ribuan deras jernih hujan

Padahal kemarin, minggu lalu, bulan lalu, tahun lalu
Padahal saat itu kau tersenyum
Menanti hangat sang musim
Atau dirinya yang berlari tuk memelukmu
Lalu berlalu romansa tertutup datangnya kereta
Lalu hilang aku di seberang

Layaknya bioskop aku menonton berkali-kali adegan itu
Setiap kali gerbong kereta berdesis melewati
Tiada bosan meski berubah tiap kali
Sementara aku menanti yang kan membawaku pergi
Apa yang berubah?
Dirinya hanya balutan mode
Namun lelaki itu tak pernah sama

Kini hanya hujan dingin yang menyelimuti
Hanya tangis hitam yang menemani
Tiada pernah terlupakan dirimu
Menghilang dibalik desis kereta yang menjemputku
Yang harus membuatku lama lagi menunggu
Karena dirimu, tangis hitammu, dan rapuh nyawamu
Desis keretaku untuk pulang terhenti
Dan aku menunggu lagi
Hingga hujan merah darah terhenti

oleh N.E.P

Selasa, 21 Mei 2013

MENJADI SESUATU



Saya sering menerima pertanyaan ini, bagaimana membalas budi orang tua kita, bang tere? Mereka sudah bekerja keras demi kita, melakukan apapun untuk kita. Maka jawabannya simpel: sekolah yang sungguh2. Itu saja. Bahkan sebenarnya, dengan sekolah yang sungguh2 ini, kalian sudah membantu banyak sekali meringankan beban pikiran orang tua.

Apakah kita sudah sekolah sungguh2? Atau hanya sibuk berangkat pagi, pulang siang/sore, duduk di kelas, melototin papan tulis, membuka buku, hanya sibuk menghabiskan waktu saja? Menunaikan rutinitas? Apakah kita lebih semangat berangkat sekolah dibanding saat facebookan? Lebih semangat saat nge-geng dengan teman2? Lebih semangat menghabiskan waktu untuk hal sia-sia dibanding mulai mengerjakan tugas, menulis paper, skripsi, dsbgnya? Saya tidak tahu jawabannya. Kalianlah yang lebih tahu.

Saya juga sering menerima pertanyaan ini, bagaimana sih biar jadi orang berguna, bang tere? Sepertinya saya ini tidak ada gunanya sama sekali. Di rumah sering diomelin. Maka jawabannya juga mudah: mulailah berguna bagi diri sendiri. Itu saja. Bahkan sebenarnya, dengan berguna bagi diri sendiri, kalian sudah membantu banyak sekali meringankan beban orang lain. Setidaknya, nggak ngerepotin, nggak jadi beban pikiran.

Apakah kita sudah mulai memikirkan menjadi berguna bagi diri sendiri? Apakah kita sudah mulai memikirkan kapan kita bisa membersihkan kamar sendiri? Mencuci pakaian sendiri? Bahkan soal makan tepat waktu, tidur tepat waktu, sudah bisa? Atau harus selalu diingatkan? Apakah kita sudah bisa berguna bagi diri sendiri mengurus barang2 milik kita, tidak berserakan, bertanggungjawab atas barang yang dibelikan orang tua? Atau masih harus terus diomelin? Apakah kita sudah berguna bagi diri sendiri? Kalianlah yang lebih tahu. Bahkan pertanyaan lebih serius, khusus yang bahkan sudah kuliah, sudah tamat kuliah, hei, kalian mau sampai kapan merepotkan orang tua? Dikit-dikit minta duit, dikit2 minta pulsa, padahal kerjaannya nggak jelas, hanya tidur, makan, internetan, kelayapan, dsbgnya--dan apesnya, masih alay pula.

Saya tidak tahu usia kalian saat membaca tulisan ini. Tapi jika kalian masih SMP, SMA, maka itu momen yang penting sekali mulai menanamkan pemahaman ini: sekolahlah yang sungguh2, bergunalah bagi diri sendiri. Silahkan saja kalau mau nge-fans sama boyband, namanya juga remaja, welcome. Silahkan saja kalau mau alay, mau nggak jelas, namanya juga remaja, welcome, tapi jangan berlebihan, berikan porsi untuk mulai bertanggungjawab atas diri sendiri. Se-usia kalian bukan berarti tidak bisa mulai punya cita-cita, punya rencana, punya mimpi, bahkan sebenarnya, ada banyak remaja seusia kalian yang sudah tahu persis harus melakukan apa.

Jadilah remaja2 yang paham mana yang baiknya dilakukan, mana yang hanya kesia-siaan. Yang paham mana yang bermanfaat, mana yang heboh, seru, tapi terus kenapa? Jadilah remaja yang berproses dewasa dengan baik.

Menjadi dewasa adalah keniscayaan. Pasti. Kita tidak hidup di tanah Peter Pan, yang anak2nya terus jadi anak2--dan jelas tidak ada Peri bernama tinker bell dalam hidup kalian. Masa remaja itu singkat sekali. Super singkat. Masih lebih lama masa kanak2. Wushh, tanpa terasa sudah dewasalah kalian. Dan ini kabar buruknya, sekali kita jadi dewasa, maka daftar tanggung jawab itu mulai diberikan kepada kita. Orang2 yang tidak segera paham untuk sekolah sungguh2, tidak paham untuk mulai berguna bagi dirinya masing2, akan kehilangan poin penting transisi tersebut. Apakah mereka tetap jadi dewasa? Ya iyalah, tetap dewasa, yang pasti dewasa fisiknya. Cara berpikir, entahlah, kalianlah yang paling tahu.

Maka, mau seheboh apapun usia remaja kalian, mau se-alay apapun, mulailah memikirkan hal ini: sekolah sungguh2, berguna bagi diri sendiri. Sungguh, besok lusa, toh kalian sendiri yang akan menikmati pemahaman baik.

Oleh Darwis Tere Liye


Minggu, 19 Mei 2013

15 TAHUN SUDAH


Oleh: Novy Eko Permono 

 
Bulan Mei sudah memasuki pertengahan, hari ini pun setiap orang melakukan aktivitas rutinnya seperti biasa seakan tak ada yang berbeda. Namun tidak demikian bagi orang tua yang kehilangan anggota keluarganya dalam kejadian tragis 15 tahun lalu itu. Bulan ini takkan bisa dilupakan bahkan untuk seluruh warga Indonesia.
Bulan Mei merupakan bulan perubahan, dimana mei adalah puncak kekesalan warga terhadap pemerintahan rezim Soeharto yang telah menjabat selama 32 tahun. Tiga puluh tahun lebih bukanlah hal sebentar, apalagi dimasa itu banyak hal yang dibatasi oleh pemerintah, bahkan seakan tidak ada lagi kata kebebasan.
Bulan Mei tak bisa dilupakan, dimana seluruh masa berkumpul di depan gedung MPR, dengan satu tuntutan yaitu sebuah perubahan. Demonstrasi besar-besar itu juga menelan banyak korban dari warga sipil serta aparat berwajib. Pengrusakan fasilitas umumpun tak mampu dihindarkan lagi. Roda perekonomian pun terhenti karena adanya kejadian yang luar biasa tersebut.
Sekarang lima belas tahun telah berlalu, Indonesia telah memasuki babak baru setelah runtuhnya kepemimpinan Soeharto, masa yang dinamanakan para cendekiawan dengan masa reformasi. Sebuah perubahan setelah perjuangan yang panjang.  Reformasi merupakan titik awal menuju arah yang diharapkan oleh setiap orang lebih baik tentunya.
Bulan Mei, banyak hal yang sudah terjadi selama beberapa tahun ini. Indonesia kini lebih demokratis. Kebebasan berpendapat serta berkreasi kini sudah tak dibatasi lagi. Indonesia lebih mantap menatap hari-harinya kini. Setelah reformasi, kini kita dapat menyalurkan aspirasi untuk memilih para wakil rakyat, presiden dan wakilnya yang kompeten serta bertanggung jawab melalui pemilu yang demokratis pada tahun 2004 lalu.
Tapi setelah lima belah tahun sudah reformasi bergulir, masih banyak hal yang perlu diperbaiki. Reformasi yang identik dengan demokrasi, malah disalah gunakan oleh beberapa pihak yang tak bertanggung jawab. Selama lima belas tahun ini, korupsi kian menjamur di kalangan wakil rakyat. Mulai dari anggota DPR yang terhormat, hakim, aparat kepolisian sampai dengan ketua parpol.
Pemerataan pembangunan serta pengurangan angka kemiskinan yang digadang-gadang akan terwujud setelah adanya reformasi ternyata hanyalah tinggal angan saja. Lima berlas tahun sudah reformasi, tetapi negeri ini tetaplah carut marut. Masih banyak persoalan yang belum terselesaikan. Angka kemiskinan kian melambung, apalagi ditambah akan naiknya harga BBM.
Memang semua ini bukan lah tanggung jawab pemerintah saja, melainkan tanggung jawab kita bersama untuk mewujudkan negeri ini semakin makmur, Indonesia yang lebih baik. Kita tunjukkan pada mereka kalau bangsa ini bukan lah negerinya para koruptor, bukanlah bangsa yang hanya memiliki banyak penduduk, bukan lah bangsa yang setiap harinya terjadi kekerasan dimana mana, tetapi bangsa ini adalah tumpah darah kita, negeri yang menjunjung tinggi pluralisme, negeri yang indah tak ada tandingannya. Mari kita bersama dengan semangat reformasi kita lakukan perubahan, mari kita berkarya, mari kita berikan yang terbaik untuk tanah kita tercinta.

Sabtu, 18 Mei 2013

HINGGA UJUNG WAKTU

HINGGA UJUNG WAKTU


Serapuh kelopak sang mawar

Yang di sapa badai berselimutkan gontai

Saat aku menahan sendiri di terpa

Dan luka oleh senja ...


Semegah sang mawar di jaga

Matahari pagi bermahkotakan embun

Saat engkau ada di sini dan pekat

Pun berakhir sudah


Akhirnya aku menemukanmu

Saat ku bergelut dengan waktu

Beruntung aku menemukanmu

Jangan pemah berhenti memilikiku



Hingga ujung waktu

Setenang hamparan samudra

Dan tuan burung camar

Takkan henti bernyanyi



Saat aku berkhayal denganmu

Dan janjipun terukir sudah

Jika kau menjadi istriku nanti

Fahami aku saat menangis


Saat kau menjadi istriku nanti

Jangan pemah berhenti memilikiku

Hingga ujung waktu

Jika kau menjadi istriku nanti


Fahami aku saat menangis

Saat kau menjadi istriku nanti

Jangan pemah berhenti memilikiku

Hingga ujung ... Waktu


oleh: SO7

Kamis, 16 Mei 2013

KAMI BUKAN TERORIS


KAMI BUKAN TERORIS
Lage, peryergapan terduga markas teroris terjadi di beberapa wilayah Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Pengrebegan tersebut merupakan tindak lanjut oleh tim Densus 88, setelah melakukan investigasi terhadap salah satu satu terduga teroris yang tertangkap.
Masih tumbuh suburnya terorisme di Indonesia tidak terlepas dari gencarnya perekrutan anggota baru yang mayoritas mereka adalah kaum muda. Apalagi perekrutan itu kabarnya mengatas namakan jalan Jihad sebagai aksi atas kekecewaan terhadap penindasan kaum muslim di Rohingnya.
Tidak adanya upaya dari pemerintah kita, membuat beberapa kalangan kecewa atas peristiwa yang menimpa saudara kita di Rohingnya. Isu-isu itulah yang dijadikan para gembong teroris sebagai alat untuk melakukan perekrutan anggota baru.
Dan lage-lage Islam kini di sorot sebagai agama yang radikal, yang banyak melahirkan para terorisme dan pembuat bom. Tentunya opini tersebut tidak terlepas dari pemberitaan media. Padahal kita tak boleh men-justice begitu saja, walaupun dalam kenyataannya mereka adalah muslim.
Islam tak pernah mengajarkan kepada pemeluknya untuk bersikap keras, tapi bukan berarti Islam itu lemah. Islam itu cinta damai. Hal tersebut tidak hanya opini penulis saja akan tetapi sudah tertera di dalam Al-Qur’an dan Hadist. Seperti dalam firman Allah QS. Al- Kafirun ayat 6
ö/ä3s9 ö/ä3ãYƒÏŠ uÍ<ur ÈûïÏŠ ÇÏÈ
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
Sudah jelas bahwa Islam melarang akan perbuatan memaksa apalagi sampai melakukan tindakan anarkis seperti terorime serta pengeboman.
a.      Makna Jihad
Kata jihad, mungkin anda sering mendengarnya. Tapi tak banyak orang tahu makna Jihad yang sesungguhnya. Kebanyakan dari mereka mengartikan kata Jihad itu sebagai tindakan yang radikal serta brutal.
Mari kita bedah makna Jihad, agar tak terjadi penafsiran yang keliru tentang hal tersebut. Menurut Quraisy Shihab kata jihad terulang dalam Al-Qur’an sebanyak empat puluh kali dengan berbagai bentuknya. Sedangkan menurut Ibnu Faris dalam buknya Mu’jam Al-Maqayis fi Al-Lughah, “Semua kata yang terdiri dari huruf j-h-d, pada awalnya mengandung arti kesulitan atau kesukaran.”
Sementara di hadist cukup banyak persoalan jihad. Imam Nawawi menyebut 67 hadis di dalam kitabnya Riyadh al- Shalihin. Diantaranya Jihad menempati posisi setelah beriman kepada Allah dan Rasul_nya. Demikian juga Jihad disebutkan setelah shalat tepat waktu dan berbakti kepada orang tua.
b.      Berbagai macam Jihad
Pada hakekatnya jihad bukan hanya berkaitan dengan peperangan dan mengangkat senyata. Ibn al-Qayyim al-Jauzy membagi Jihad ke dalam empat tahapan, yaitu
1.      Jihad mengalahkan hawa nafsu, terbagi menjadi empat macam, yaitu menuntut ilmu, mengamalkan ilmu, berdakwah dan bersabar menghadapi tantangan.
2.      Jihad mengalhakan setan, terbagi menjadi dua kategori, yaitu menjauhi perkara subhat dan menolak bisikan syahwat.
3.      Jihad secara fisik melawan orang-orang kafir dan munafik, terbagi menjadi empat macam, yaitu jihad dengan hati, lisan, harta dan jiwa raga.
4.      Jihad melawan orang-orang zalim, ahli bid’ah, dan pembuat kemungkaran. Hal ini memiliki tiga tahapan, yaitu jihad dengan tangan bila mampu, jika tidak maka dengan lisan (nasihat), jiak tidak mampu maka dengan hati (diam, tidak ikut terlibat dalam tindakan munkar).
c.       Jihadmu, jihadku dan jihad kita
Menurut Abdullah Faishol (Kepala Pusat Bahasa dan Budaya IAIN SURAKARTA dalam seminar Jihad keIndonesiaan) “Prinsip utama masalah jihad sebenarnya adalah perjuangan diri untuk tetap berpegang di jalan Allah (fi sabilillah). Hal ini dapat dilakukan dalam berbagai konteks kehidupan bangsa sesuai dengan keahlian dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing pribadi.” Maka pengertian mati syahid tidak hanya monopoli orang yang berperang memanggul senjata, tetapi juga untuk orang yang meninggal di tengah-tengah menuntut ilmu, sedang berdakwah, serta ibu yang melahirkan anak