Oleh Novy Eko Permono
Tidak bisa dipungkiri, bahwa
pendidikan merupakan bagian dari hidup kita. Sejak zaman perjuangan hingga
sekarang, pendidikan memiliki tempat tersendiri bagi bangsa ini. Seperti yang
diungkapkan oleh Mulyasa bahwa pendidikan
memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa, dan
merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana dalam
membangun watak bangsa (Nation Character Building). Masyarakat yang
cerdas akan memberi nuansa kehidupan yang cerdas pula, dan secara progresif
akan membentuk kemandirian. Masyarakat bangsa yang demikian merupakan investasi
besar untuk berjuang ke luar dari krisis dan menghadapi dunia global.
Masyarakat Indonesia dikenal
sebagai sosok bangsa sangat pluralisme yang memiliki berbagai nuansa
kemajemukan yang mewujudkan dalam kelompok-kelompok etnis dengan kekhasan latar
belakang bahasa daerah, tradisi, adat istiadat, seni, budaya, dan agama masing-masing.
Walaupun demikian, bangsa Indonesia secara keseluruhan tetap merasa sebagai
suatu bangsa kerena disatukan oleh berbagai bentuk kepahitan dan kegetiran
pengalaman sejarah yang sama dalam perjuangan menentang kolonialisme. Simbol
kebangsaan ini secara jelas diekspresikan oleh para pendiri republik ini dalam
suatu motto yang terkenal “Bhineka Tunggal Ika” yang mengakui adanya unitas dalam
divertas atau divertas dalam unitas, dalam spektrum
dinamika kehidupan kebangsaan yang di dalamnya juga menyangkut aspek dunia
pendidikan.
Kehadiran
konsep pendidikan inklusi seolah menjadi jawaban atas segala persoalan yang
membelit anak berkebutuhan khusus karena kurang mendapatkan perhatian lebih
dari pemerintah. Pendidikan
inklusi merupakan konsep pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar belakang
kehidupan anak karena keterbatasan fisik maupun mental. Penafsiran pendidikan
inklusi sesungguhnya cukup beragam sesuai dengan sudut pandang pengkaji dalam
menguraikan makna substansial dari pendidikan inklusi itu sendiri. Keberagaman
penafsiran tersebut secara tidak langsung telah menjadi cermin dari keterbukaan
pendidikan bagi semua kalangan tanpa terkecuali, baik karena perbedaan latar
belakang kehidupan maupun perbedaan fisik yang tidak normal.
Dalam penyelenggaraannya, pendidikan inklusi memerlukan perhatian yang lebih
dibandingkan pendidikan umum lainnya, hal tersebut terkait dengan proses
mengajar, kompetensi guru, serta pengelolaan materi siswa inklusi. Namun dalam pelaksanaannya,
terdapat beberapa masalah terkait dengan penyelenggaraan pendidikan inklusi.
Pertama, proses pembelajaran. Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses
interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya termasuk di dalamnya pendidik sehingga terjadi
perubahan perilaku yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali
faktor yang mempengaruhinya, baik faktor
internal maupun eksternal. Tetapi dalam observasi awal yang dilakukan oleh
penulis, proses pembelajaran inklusi yang dilakukan oleh pendidik belum mampu
mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku peserta
didik. Seharusnya pembelajaran inklusi menggunakan pendekatan individu dan
memberikan pelayanan yang ramah.
Kedua, tenaga pendidik
(guru). Tenaga pendidik atau guru yang mengajar pada sekolah inklusi hendaknya
memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan, yaitu memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan sikap tentang materi yang akan di ajarkan, serta memahami
karakteristik siswa inklusi. Namun berdasarkan observasi awal yang penulis
lakukan, terdapat beberapa tenaga pendidik yang memiliki keterampilan dalam
mengajar di kelas inklusi yang tergolong rendah. Guru pada sekolah penyelenggara inklusi
seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesionalisme. Dengan
kompetensi yang dimiliki, guru dapat merancang strategi pembelajaran yang
tepat, media, juga evaluasi.
Ketiga, materi atau bahan
ajar. Untuk mencapai tujuan mengajar yang ditentukan, diperlukan bahan ajar.
Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub-sub topik tertentu yang mengandung
ide pokok yang relevan dengan tujuan yang ditetapkan. Materi ajar pada sekolah
penyelenggara inklusi seharusnya disesuai dengan tingkat intelegensi
siswa-siswinya. Anak berkebutuhan khusus yang memiliki intelegensi di bawah
normal (tunagrahita), materi dalam kurikulumya dapat dikurangi atau diturunkan
tingkat kesulitan seperlunya atau bahkan dihilangkan bagian tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar