Peterpan - Semua Tentang Kita by Umar At-Tipari

Jumat, 13 Juni 2014

Konsep Pendidikan Inklusi (Pendidikan Tanpa Diskriminasi)



                                                                   Oleh Novy Eko Permono

Tidak bisa dipungkiri, bahwa pendidikan merupakan bagian dari hidup kita. Sejak zaman perjuangan hingga sekarang, pendidikan memiliki tempat tersendiri bagi bangsa ini. Seperti yang diungkapkan oleh Mulyasa bahwa  pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa, dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana dalam membangun watak bangsa (Nation Character Building). Masyarakat yang cerdas akan memberi nuansa kehidupan yang cerdas pula, dan secara progresif akan membentuk kemandirian. Masyarakat bangsa yang demikian merupakan investasi besar untuk berjuang ke luar dari krisis dan menghadapi dunia global.
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai sosok bangsa sangat pluralisme yang memiliki berbagai nuansa kemajemukan yang mewujudkan dalam kelompok-kelompok etnis dengan kekhasan latar belakang bahasa daerah, tradisi, adat istiadat, seni, budaya, dan agama masing-masing. Walaupun demikian, bangsa Indonesia secara keseluruhan tetap merasa sebagai suatu bangsa kerena disatukan oleh berbagai bentuk kepahitan dan kegetiran pengalaman sejarah yang sama dalam perjuangan menentang kolonialisme. Simbol kebangsaan ini secara jelas diekspresikan oleh para pendiri republik ini dalam suatu motto yang terkenal “Bhineka Tunggal Ika” yang mengakui adanya unitas dalam divertas atau divertas dalam unitas, dalam spektrum dinamika kehidupan kebangsaan yang di dalamnya juga menyangkut aspek dunia pendidikan.
Kehadiran konsep pendidikan inklusi seolah menjadi jawaban atas segala persoalan yang membelit anak berkebutuhan khusus karena kurang mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar belakang kehidupan anak karena keterbatasan fisik maupun mental. Penafsiran pendidikan inklusi sesungguhnya cukup beragam sesuai dengan sudut pandang pengkaji dalam menguraikan makna substansial dari pendidikan inklusi itu sendiri. Keberagaman penafsiran tersebut secara tidak langsung telah menjadi cermin dari keterbukaan pendidikan bagi semua kalangan tanpa terkecuali, baik karena perbedaan latar belakang kehidupan maupun perbedaan fisik yang tidak normal. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan inklusi memerlukan perhatian yang lebih dibandingkan pendidikan umum lainnya, hal tersebut terkait dengan proses mengajar, kompetensi guru, serta pengelolaan materi siswa inklusi. Namun dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa masalah terkait dengan penyelenggaraan pendidikan inklusi. Pertama, proses pembelajaran. Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya  termasuk di dalamnya pendidik sehingga terjadi perubahan perilaku yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor  yang mempengaruhinya, baik faktor internal maupun eksternal. Tetapi dalam observasi awal yang dilakukan oleh penulis, proses pembelajaran inklusi yang dilakukan oleh pendidik belum mampu mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku peserta didik. Seharusnya pembelajaran inklusi menggunakan pendekatan individu dan memberikan pelayanan yang ramah.
Kedua, tenaga pendidik (guru). Tenaga pendidik atau guru yang mengajar pada sekolah inklusi hendaknya memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan, yaitu memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap tentang materi yang akan di ajarkan, serta memahami karakteristik siswa inklusi. Namun berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan, terdapat beberapa tenaga pendidik yang memiliki keterampilan dalam mengajar di kelas inklusi yang tergolong rendah.  Guru pada sekolah penyelenggara inklusi seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesionalisme. Dengan kompetensi yang dimiliki, guru dapat merancang strategi pembelajaran yang tepat, media, juga evaluasi.
Ketiga, materi atau bahan ajar. Untuk mencapai tujuan mengajar yang ditentukan, diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub-sub topik tertentu yang mengandung ide pokok yang relevan dengan tujuan yang ditetapkan. Materi ajar pada sekolah penyelenggara inklusi seharusnya disesuai dengan tingkat intelegensi siswa-siswinya. Anak berkebutuhan khusus yang memiliki intelegensi di bawah normal (tunagrahita), materi dalam kurikulumya dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitan seperlunya atau bahkan dihilangkan bagian tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar