Peterpan - Semua Tentang Kita by Umar At-Tipari

Rabu, 04 September 2013

Bersabarlah seperti Ayub

Nabi Ayub adalah salah-satu mausia yang memiliki rasa sabar tak terbilang. Sungguh tak terbilang, bahkan Allah membanggakan Ayub kepada banyak mahkluk, tentang betapa sabarnya beliau. Nabi Ayub sabar ketika dalam situasi berkecukupan, dalam limpahan harta, kebahagiaan. Pun juga sabar ketika dalam situasi susah payah.

Awalnya, Nabi Ayub adalah orang sehat, gagah perkasa, kaya raya, anak-anaknya banyak, juga merupakan keluarga yang terhormat, disegani banyak orang. Dia memiliki semua kemungkinan muasal rasa syukur dan bahagia, maka bersyukur dan berbahagialah Nabi Ayub. Hingga suatu ketika Allah hendak mengujinya, semua milik Nabi Ayub diambil satu persatu.

1. Harta kekayaan diambil, Nabi Ayub jatuh bangkrut, miskin
2. Dan belum cukup, teman-temannya, tetangga2nya mulai menjauh
3. Istri2nya minta bercerai, pergi meninggalkan, kecuali satu yang tetap setia
4. Semakin menyakitkan, ketika satu persatu anak-anaknya meninggal, dicabut nyawanya oleh Allah hingga tidak ada yang bersisa. Itu sungguh ujian pedih. Orang tua harus menyaksikan anak2nya meninggal.
5. Juga belum cukup sampai disana, jatuh sakitlah Nabi Ayub. Sakit yang ganjil sekali. Kulit di sekujur badannya mengelupas, penuh koreng, bernanah, berbelatung. Bau busuk menguar dari badannya, dan tidak hanya satu meter, bahkan tercium dari radius jarak jauh.

Ibarat sebuah pertandingan tinju, rasa-rasanya, bisa kita ilustrasikan, Nabi Ayub barusaja terkena lima pukulan bertubi-tubi, telak menghantam wajah. Apakah Nabi Ayub K.O? Terkapar di arena kehidupan, lantas mulai menyalahkan Allah, berprasangka buruk, bahkan dalam kasus kebanyakan membenci Allah, menghujatnya? Tidak. Sama sekali tidak. Menurut riwayat, bahkan Nabi Ayub sama sekali tidak mengeluh satu kata pun, tidak meminta bebannya segera diangkat, dia hanya bersabar, menerima ketentuan Allah. Apapun itu, Allah tahu lebih baik, apapun itu Allah sungguh tahu lebih baik.

Siang malam Nabi Ayub harus melewati masa-masa sulit itu. Tidak hanya satu minggu, my dear anggota page? Tidak hanya satu bulan? Tidak juga hanya satu tahun. Melainkan 18 tahun lamanya. Itu sungguh periode yang amat lama. Tapi Nabi Ayub tetap sabar, hingga Allah membuat keputusan. Penyakit tersebut sembuh, dia kembali menjadi laki-laki yang tampan dan gagah. Hartanya dikembalikan, keluarganya dipulihkan, posisinya, teman, kerabat, tetangga, semuanya kembali.

Jika kalian mendengar idiom: "sabarlah seperti Ayub", maka itu merujuk cerita ini. Sabarlah seperti Ayub, dalam situasi senang maupun susah. Karena kebanyakan dari kita, jangankan diuji dengan semua beban hidup, bahkan diuji kesabarannya dengan semua nikmat pun kita tidak bisa. Hidup nyaman, punya gagdet canggih di tangan, semua serba berkecukupan, bahkan kita tidak tahu ada jenis sabar lainnya yang amat relevan bagi kita: bersabar atas sesuatu yang justeru kita sukai.

Silahkan daftar sendiri apa saja yang kita sukai, dan bagaimana hal2 yang kita sukai itu merusak diri sendiri hanya karena kita tidak bisa menahan diri, tidak bisa bersabar atas hal2 tersebut. Waktu terbuang percuma, kehilangan untuk bermanfaat, adalah contoh kecil akibat buruknya. Maksiat, ingkar, adalah contoh lebih besar akibat buruknya. Orang2 yang melatih dirinya bersabar atas hal2 yang dia sukai, maka insya Allah, semoga dia akan lebih kokoh saat harus menerima jalan hidup yang tiba2 terbanting ke bawah, berkelok tajam, dan beban kehidupan datang. Semoga orang2 ini juga akan bersabar atas jenis sabar yang kedua, yaitu: bersabar atas hal2 yang tidak dia sukai. Tidak lulus SNMPTN, gagal jadi PNS, saya kira itu tidak ada apa2nya dibanding ujian untuk Nabi Ayub. Ingatlah selalu kisah beliau.

Bersabarlah seperti Ayub--seperseratus saja kita bisa menirunya, maka cukup sudah untuk berdiri gagah menghadapi ujian hidup ini.

*Tere Lije, repos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar