Nabi
Ayub adalah salah-satu mausia yang memiliki rasa sabar tak terbilang.
Sungguh tak terbilang, bahkan Allah membanggakan Ayub kepada banyak
mahkluk, tentang betapa sabarnya beliau. Nabi Ayub sabar ketika dalam
situasi berkecukupan, dalam limpahan harta, kebahagiaan. Pun juga sabar
ketika dalam situasi susah payah.
Awalnya, Nabi Ayub adalah orang sehat, gagah perkasa,
kaya raya, anak-anaknya banyak, juga merupakan keluarga yang terhormat,
disegani banyak orang. Dia memiliki semua kemungkinan muasal rasa
syukur dan bahagia, maka bersyukur dan berbahagialah Nabi Ayub. Hingga
suatu ketika Allah hendak mengujinya, semua milik Nabi Ayub diambil satu
persatu.
1. Harta kekayaan diambil, Nabi Ayub jatuh bangkrut, miskin
2. Dan belum cukup, teman-temannya, tetangga2nya mulai menjauh
3. Istri2nya minta bercerai, pergi meninggalkan, kecuali satu yang tetap setia
4. Semakin menyakitkan, ketika satu persatu anak-anaknya meninggal,
dicabut nyawanya oleh Allah hingga tidak ada yang bersisa. Itu sungguh
ujian pedih. Orang tua harus menyaksikan anak2nya meninggal.
5. Juga
belum cukup sampai disana, jatuh sakitlah Nabi Ayub. Sakit yang ganjil
sekali. Kulit di sekujur badannya mengelupas, penuh koreng, bernanah,
berbelatung. Bau busuk menguar dari badannya, dan tidak hanya satu
meter, bahkan tercium dari radius jarak jauh.
Ibarat sebuah
pertandingan tinju, rasa-rasanya, bisa kita ilustrasikan, Nabi Ayub
barusaja terkena lima pukulan bertubi-tubi, telak menghantam wajah.
Apakah Nabi Ayub K.O? Terkapar di arena kehidupan, lantas mulai
menyalahkan Allah, berprasangka buruk, bahkan dalam kasus kebanyakan
membenci Allah, menghujatnya? Tidak. Sama sekali tidak. Menurut riwayat,
bahkan Nabi Ayub sama sekali tidak mengeluh satu kata pun, tidak
meminta bebannya segera diangkat, dia hanya bersabar, menerima ketentuan
Allah. Apapun itu, Allah tahu lebih baik, apapun itu Allah sungguh tahu
lebih baik.
Siang malam Nabi Ayub harus melewati masa-masa
sulit itu. Tidak hanya satu minggu, my dear anggota page? Tidak hanya
satu bulan? Tidak juga hanya satu tahun. Melainkan 18 tahun lamanya. Itu
sungguh periode yang amat lama. Tapi Nabi Ayub tetap sabar, hingga
Allah membuat keputusan. Penyakit tersebut sembuh, dia kembali menjadi
laki-laki yang tampan dan gagah. Hartanya dikembalikan, keluarganya
dipulihkan, posisinya, teman, kerabat, tetangga, semuanya kembali.
Jika kalian mendengar idiom: "sabarlah seperti Ayub", maka itu merujuk
cerita ini. Sabarlah seperti Ayub, dalam situasi senang maupun susah.
Karena kebanyakan dari kita, jangankan diuji dengan semua beban hidup,
bahkan diuji kesabarannya dengan semua nikmat pun kita tidak bisa. Hidup
nyaman, punya gagdet canggih di tangan, semua serba berkecukupan,
bahkan kita tidak tahu ada jenis sabar lainnya yang amat relevan bagi
kita: bersabar atas sesuatu yang justeru kita sukai.
Silahkan
daftar sendiri apa saja yang kita sukai, dan bagaimana hal2 yang kita
sukai itu merusak diri sendiri hanya karena kita tidak bisa menahan
diri, tidak bisa bersabar atas hal2 tersebut. Waktu terbuang percuma,
kehilangan untuk bermanfaat, adalah contoh kecil akibat buruknya.
Maksiat, ingkar, adalah contoh lebih besar akibat buruknya. Orang2 yang
melatih dirinya bersabar atas hal2 yang dia sukai, maka insya Allah,
semoga dia akan lebih kokoh saat harus menerima jalan hidup yang tiba2
terbanting ke bawah, berkelok tajam, dan beban kehidupan datang. Semoga
orang2 ini juga akan bersabar atas jenis sabar yang kedua, yaitu:
bersabar atas hal2 yang tidak dia sukai. Tidak lulus SNMPTN, gagal jadi
PNS, saya kira itu tidak ada apa2nya dibanding ujian untuk Nabi Ayub.
Ingatlah selalu kisah beliau.
Bersabarlah seperti
Ayub--seperseratus saja kita bisa menirunya, maka cukup sudah untuk
berdiri gagah menghadapi ujian hidup ini.
*Tere Lije, repos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar