*Murid paling lambat mengertinya
Apakah sekolah itu hanya untuk orang yang pintar saja?
Setiap kali ada diskusi tentang ini, ketika ada sebagian orang yang
tidak bisa masuk ke sebuah sekolah yang bagus, universitas yang keren,
maka ada saja orang yang berkomentar: "makanya dong, rajin2 belajar,
pintar. biar bisa lulus ujian masuknya". Maka pertanyaannya adalah
apakah sekolah itu hanya untuk orang yang pintar saja?
Kampus top (menurut definisi kebanyakan orang) seperti Universitas
Indonesia, ITB, UGM, dsbgnya itu jelas susah payah masuknya. Tapi ketika
ada anak SMA yg menangis tidak diterima, bukan berarti orang lain bisa
bilang, "makanya dong, rajin2 belajar, biar lulus ujian masuknya."
Karena kita tidak tahu jangan2 anak tersebut sudah siang malam belajar,
sudah mati2an menggapai cita2nya, dan ketika dia kalah pintar dibanding
ribuan peserta test lainnya, apakah dia tidak berhak masuk UI, ITB dan
UGM tersebut? Apakah sudah nasibnya harus menerima komentar ayo dong
dek, kalau otaknya pas2an mbok ya cari kampus lain yang biasa saja,
cocok. Apakah sudah nasibnya dia harus kuliah di tempat biasa2 saja?
Biar tidak hang, eror, stress nantinya karena ketemu orang pintar semua?
Saya paham sekali, tidak mungkin kampus2 top ini menerima semua orang.
Tidak mampu kapasitasnya. Saya juga paham, test kepintaran adalah
salah-satu alat yang paling adil untuk menyeleksi calon mahasiswa. Tapi
semua orang juga harus paham, apakah sekolah itu hanya untuk orang yang
pintar saja?
Siapa yang akan mendidik orang2 bego, bodoh,
lambat kalau ternyata bagi mereka hanya tersisa sekolah2 yang cocok bagi
mereka? Sedangkan sekolah top hanya mau mendidik yang top saja?
Tenang saja, sebelum kita berpikir kemana2, tulisan ini tidak didesain
untuk berdebat panjang lebar, tidak perlu beradu argumen, cukup
dipikirkan saja. Karena pada kenyataannya, kampus2 top itu sekarang
malah asyik dengan cara lain merekrut murid2nya, dengan kriteria lain
yang jauh sekali dari prinsip adil dan bermartabat. Tapi sy tidak akan
membahasnya. Bisa pusing sendiri menghadapi sistem yg ada.
Catatan ini dibuat agar orang2 yang hendak menjadi guru, sedang menjadi
guru, atau telah lama menjadi guru kembali mengingat prinsip mulia dari
seorang pendidik. Apakah kita hanya akan mengajar murid2 yg pintar saja?
Atau sebaliknya kita bersedia mengajar siapapun sepanjang orang itu
bersedia menuntut ilmu kepada kita?
Mari kita beranjak lebih
tinggi dari sempitnya sistem, dari rumitnya kebijakan, peraturan,
regulasi. Mari kita tinggalkan itu semua. Pendidik berada di atas segala
runyamnya situasi. Bahkan guru SD yang baik, terpencil lokasinya, jelas
lebih penting dibanding pejabat2 dan sistem yang ada--setidkanya bagi
murid2 di sekolah itu.
Panggil pemahaman terbaik kita. Bahwa
semua orang berhak memperoleh pendidikan, termasuk murid kita yang
paling lambat mengertinya, paling cemong, paling lusuh. Dia pun berhak
atas pendidikan terbaik. Semua orang berhak mengecap pendidikan. Mau dia
bodoh, miskin, berhak. Bahkan dalam kasus paling ekstrem, ketika dia
malas sekalipun, dia tetap berhak memperoleh seorang guru terbaik untuk
mengatasi kemalasannya, guru yang tidak mudah menyerah atas kemalasannya
tersebut.
*Tere Liye, catatan menjelang rilisnya novel "Amelia".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar