Peterpan - Semua Tentang Kita by Umar At-Tipari

Senin, 23 September 2013

Sekolah Hanya Untuk Orang Pintar

*Murid paling lambat mengertinya

Apakah sekolah itu hanya untuk orang yang pintar saja?

Setiap kali ada diskusi tentang ini, ketika ada sebagian orang yang tidak bisa masuk ke sebuah sekolah yang bagus, universitas yang keren, maka ada saja orang yang berkomentar: "makanya dong, rajin2 belajar, pintar. biar bisa lulus ujian masuknya". Maka pertanyaannya adalah apakah sekolah itu hanya untuk orang yang pintar saja?

Kampus top (menurut definisi kebanyakan orang) seperti Universitas Indonesia, ITB, UGM, dsbgnya itu jelas susah payah masuknya. Tapi ketika ada anak SMA yg menangis tidak diterima, bukan berarti orang lain bisa bilang, "makanya dong, rajin2 belajar, biar lulus ujian masuknya." Karena kita tidak tahu jangan2 anak tersebut sudah siang malam belajar, sudah mati2an menggapai cita2nya, dan ketika dia kalah pintar dibanding ribuan peserta test lainnya, apakah dia tidak berhak masuk UI, ITB dan UGM tersebut? Apakah sudah nasibnya harus menerima komentar ayo dong dek, kalau otaknya pas2an mbok ya cari kampus lain yang biasa saja, cocok. Apakah sudah nasibnya dia harus kuliah di tempat biasa2 saja? Biar tidak hang, eror, stress nantinya karena ketemu orang pintar semua?

Saya paham sekali, tidak mungkin kampus2 top ini menerima semua orang. Tidak mampu kapasitasnya. Saya juga paham, test kepintaran adalah salah-satu alat yang paling adil untuk menyeleksi calon mahasiswa. Tapi semua orang juga harus paham, apakah sekolah itu hanya untuk orang yang pintar saja?

Siapa yang akan mendidik orang2 bego, bodoh, lambat kalau ternyata bagi mereka hanya tersisa sekolah2 yang cocok bagi mereka? Sedangkan sekolah top hanya mau mendidik yang top saja?

Tenang saja, sebelum kita berpikir kemana2, tulisan ini tidak didesain untuk berdebat panjang lebar, tidak perlu beradu argumen, cukup dipikirkan saja. Karena pada kenyataannya, kampus2 top itu sekarang malah asyik dengan cara lain merekrut murid2nya, dengan kriteria lain yang jauh sekali dari prinsip adil dan bermartabat. Tapi sy tidak akan membahasnya. Bisa pusing sendiri menghadapi sistem yg ada.

Catatan ini dibuat agar orang2 yang hendak menjadi guru, sedang menjadi guru, atau telah lama menjadi guru kembali mengingat prinsip mulia dari seorang pendidik. Apakah kita hanya akan mengajar murid2 yg pintar saja? Atau sebaliknya kita bersedia mengajar siapapun sepanjang orang itu bersedia menuntut ilmu kepada kita?

Mari kita beranjak lebih tinggi dari sempitnya sistem, dari rumitnya kebijakan, peraturan, regulasi. Mari kita tinggalkan itu semua. Pendidik berada di atas segala runyamnya situasi. Bahkan guru SD yang baik, terpencil lokasinya, jelas lebih penting dibanding pejabat2 dan sistem yang ada--setidkanya bagi murid2 di sekolah itu.

Panggil pemahaman terbaik kita. Bahwa semua orang berhak memperoleh pendidikan, termasuk murid kita yang paling lambat mengertinya, paling cemong, paling lusuh. Dia pun berhak atas pendidikan terbaik. Semua orang berhak mengecap pendidikan. Mau dia bodoh, miskin, berhak. Bahkan dalam kasus paling ekstrem, ketika dia malas sekalipun, dia tetap berhak memperoleh seorang guru terbaik untuk mengatasi kemalasannya, guru yang tidak mudah menyerah atas kemalasannya tersebut.

*Tere Liye, catatan menjelang rilisnya novel "Amelia".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar