Peterpan - Semua Tentang Kita by Umar At-Tipari

Sabtu, 14 September 2013

Mobil murah, Apa bener??


Harga Toyota Corolla baru di Amerika Serikat yang paling top speks-nya dikisaran USD 20.000, dengan kurs Rp 11.000, maka jatuhnya adalah Rp 220juta rupiah. Harga Toyota Corolla top di Indonesia adalah Rp 400 juta (dan nampaknya segera naik dengan kurs rupiah yg melemah bulan2 terakhir). Itu berarti harga mobil yg sama di Amerika sana hanya separuhnya dibanding di Indonesia. Tapi ini belum cukup, harus dicatat, GDP per kapita Amerika menurut Bank Dunia adalah USD 49.996, atau setara Rp 550 juta, sedangkan di Indonesia hanya USD 4.900-an atau setara Rp 55 juta.

Orang Amerika, dengan penghasilan 10x lipat dibanding Indonesia, bisa membeli mobil dgn harga separuhnya saja. Itu perhitungan matematika yang menarik, bukan? Kenapa bisa berbeda sekali? Banyak jawabannya, salah-satunya adalah pajak. Mengurai bisnis mobil di negeri ini kadang susah, kadang mudah. Tapi saya lebih banyak tidak pahamnya. Setahu saya, dan itu bisa saja dikonfirmasi, ongkos produksi mobil2 itu paling hanya separuh bahkan kurang dari harga jual. Jadi kalau Avanza dijual di angka Rp 150juta, biaya pembuatan mobil itu di pabriknya, berkisar di angka Rp 75 juta bahkan kurang (karena produk ini massif, jadi overhead-nya akan turun drastis). Coba saja tanyakan ke pabriknya--asumsi mereka mau jawab.

Lantas, apa maksudnya dengan program mobil murah yang baru saja diluncurkan pemerintah? Toyota Agya dijual diangka minimal 99 juta, sedangkan Daihatsu Ayla diangka minimal 76 juta. Apakah mobil ini murah? Come on, bandingkan dengan GDP per kapita saja, itu berarti dua kali lipat. Sama sekali tidak murah. Tapi tentu saja murah kalau dibandingkan Toyota Corolla yang Rp 400 juta.

Siapa yang paling diuntungkan dari program mobil murah ini? Jelas sekali, yg pertama adalah produsen mobil. Mau menipis margin untung mereka karena jual murah, dengan jumlah sales yang banyak, tetap triliunan uangnya. Empuk sekali. Satu mobil untuk 20-30 jt, kalikan saja kalau terjual 1 juta unit, untungnya 20-30 triliun, sebagai catatan, Avanza sejak diluncurkan per 2003 hingga hari ini, penjualannya nyaris menyentuh 1 juta unit.

Yang kedua adalah kelas menengah Indonesia yang belum punya mobil. Mereka banyak jumlahnya, jutaan keluarga, dengan penghasilan bulanan di atas Rp 6 juta. Munculnya mobil di bawah harga 100juta ibarat dreams come true. Bisalah dicicil 3 tahun, dapat mobil pertama yang bagus. Mereka berhak untuk beli mobil, namanya juga punya uang.

Yang ketiga dan seterusnya, pemerintah juga dapat untung dari pajak. Buruh juga dapat pekerjaan, lapangan pekerjaan terbuka. Pengusaha spare-part, pendukung juga dapat untung. Banyak yang dapat untung dari program ini. Ekonomi kita bergerak. Semua seperti diuntungkan.

Hanya saja yang patut dijelaskan oleh semua pihak, siapa yang akan menanggung beban di sisi sebaliknya?

Yang pertama, jika ada 1 juta mobil ini berkeliaran, lantas rata2 sehari mengkonsumsi 10 liter minyak, maka ada 10 juta liter BBM yang dipakai dalam sehari. Jika 1 liter minyak itu disubsidi Rp 3000 perak (harga premium 6500 vs pertamax 10000), maka ada Rp 30 milyar yg harus disediakan pemerintah utk mensubsidi orang2 yg mampu beli mobil puluhan juta (Mamak saya di kampung sebulan paling sekali naik mobil). Itu berarti setahun, minimal ada Rp 10 Triliun yg harus disubsidi. Iya jika hanya ada 1 juta mobil, kalau lebih. Lebih banyak lagi angkanya. Uang subsidi ini jelas dari uang rakyat semuanya, subsidi itu harus ditanggung oleh orang yg tidak pernah naik mobil sekalipun.

Yang kedua, jika 60% saja mobil itu berkeliaran di Jakarta, maka akan ada 600.000 mobil baru di kota Jakarta. Tentu saja mobil ini tidak akan keluar serempak, tapi mudah membayangkan, betapa riuhnya jalanan Jakarta ketambahan ratusan ribu mobil baru. Macet di mana2. Siapa yang dirugikan? Semua orang, yang paling nggak asyik ya yang naik angkutan umum sumpek. Yang di atas mobil, setidaknya adem. Siapa yang paling pusing? Semua orang, tapi yang super pusing jelas gubernur/kepala daerah kota2 besar.

Saya kadang gagal paham, kenapa kalau program itu menyangkut hal2 begini, prosesnya relatif cepat di Pemerintah. Coba sebaliknya, program untuk transportasi massal, untuk infrastruktur macam pantura yg tiap tahun bopeng jalannya, berkutat di situ2 saja. Jangan tanya program pertanian agar kita swasembada komoditas pertanian yg harganya melangit, lebih tidak kelihatan kemana larinya. Kenapa yg beginian cepat? Entahlah. Yang pasti, ada banyak raksasa perusahaan mobil yang semangat berproduksi. Tanpa mereka melakukan lobi sekalipun ke pemerintah, urusan juga tetap berjalan lancar, pemerintah semangat mengambil inisiatif bisnis besar ini.

Selamat datang mobil murah di jalanan sumpek dan macet. Ketika galau macet ini sudah tiba di titik nadirnya, boleh jadi orang2 benar2 mau memikirkan banyak hal secara lengkap, termasuk kontroversi kemakmuran bersama.

*Tere Lije

Tidak ada komentar:

Posting Komentar